Model pembelajaran interactive conceptual instruction (ICI) merupakan pendekatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri utama, yaitu berfokus pada penanaman konsep, sistem kolaborasi dalam kelompok kecil dan mengutamakan interaksi kelas (diskusi) (Sriyanti, 2009). Pendekatan ini merupakan gabungan berbagai pendekatan baru yang telah dikembangkan dan terbukti berhasil meningkatkan hasil belajar dan pemahaman konsep fisika dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Tahap pertama dalam model interactive conceptual instruction (ICI) adalah berfokus pada konseptual (conceptual focus). Pembelajaran dalam model ini dimulai dengan demonstrasi fenomena yang bertindak sebagai fokus pengamatan dan diskusi sampai ke pengenalan konsep-konsep relevan oleh guru (Santyasa et al., 2004). Pada model interactive conceptual instruction (ICI), conceptual focus diperoleh dengan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep, di mana ide-ide baru pertama-tama dikembangkan pada level konseptual dengan sedikit mungkin atau tanpa penggunaan matematik.
Tahap kedua melibatkan penggunaan buku teks (use of textbook) untuk mengkonstruksi pemahaman secara mendalam (Santyasa et al., 2004). Teks ajar fisika yang digunakan dalam pembelajaran dengan model ICI adalah teks ajar yang berfungsi sebagai refutational text (teks sangkalan). Refutational text ini berbeda dengan buku teks yang bersifat konvensional. Teks konvensional hanya menyajikan konsep dan prinsip, contoh-contoh, soal dan penyelesaiannya, dan soal-soal latihan. Prinsip refutational text adalah teks penolakan terhadap gagasan-gagasan siswa yang miskonsepsi, penuntun pengkonstruksian pemahaman konseptual siswa secara mendalam, dan penerapan pemahaman tersebut pada level kemampuan kognitif yang lebih tinggi (Santyasa et al., 2005). Refutational text ini menyajikan masalah, miskonsepsi, sangkalan, konsep dan prinsip, contoh-contoh kontekstual, dan pertanyaan-pertanyaan untuk memandu sikap positif, pemahaman konsep, pemecahan masalah, dan keterampilan menggunakan pengetahuan secara bermakna. Rancangan pembelajaran dalam refutational text bersifat recursive. Pembelajaran recursive bersifat dinamis dan fleksibel. Untuk melalui beberapa tahapan dalam proses recursive, siswa dapat melangkah balik ke tahapan sebelumnya atau melangkah maju ke beberapa tahapan berikutnya dalam proses itu sebagai akibat kemajuan yang dicapai terhadap tahapan pembelajaran tersebut (Wyat III & Looper, dalam Santyasa 2004). Refutational text memiliki enam langkah yang bersifat recursive fleksibel (Santyasa, 2004), yaitu (1) sajian masalah konseptual dan konstektual, (2) sajian miskonsepsi atau salah pemahaman yang secara umum terjadi terkait dengan masalah-masalah tersebut, (3) sajian sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, konfrontasi, dan contoh-contoh tandingan, (4) sajian konsep dan prinsip secara ilmiah, (5) sajian materi dan contoh-contoh konstektual, dan (6) sajian pertanyaan-pertanyaan untuk memandu pemerolehan kompetensi yang meliputi sikap positif terhadap belajar, perluasan pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, dan keterampilan menggunakan pengetahuan secara bermakna. Refutational text ini digunakan untuk membantu siswa dalam berinteraksi dengan buku teks dan mendapatkan pemahaman dari buku teks.
Tahap ketiga melibatkan penggunaan material berbasis penelitian (research based materials). Pada tahap ini siswa diberi kesempatan melakukan demonstrasi atau praktikum untuk membuktikan kebenaran konsep-konsep yang diajukan. Melalui demonstrasi atau praktikum ini akan memberikan sebuah kebenaran dari sebuah hipotesis yang telah diramalkan dan pendapat yang disampaikan oleh siswa. Selain itu, hasil demonstrasi atau praktikum ini juga dapat membenahi miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa terkait materi yang dibahas.
Tahap keempat dalam model ICI adalah melibatkan interaksi kelas (classroom interaction). Tahap ini didasari oleh premis bahwa pembuatan makna (meaning making) merupakan proses dialog antarkomunitas kelas untuk mengembangkan gagasan melalui proses berpikir (Santyasa et al., 2004). Pada proses interaksi ini siswa akan mendapatkan keberanian untuk mengemukakan argumentasinya dan sharing pengetahuan antarsesamanya. Proses pembelajaran yang interaktif akan menghindarkan siswa sebagai penerima pasif, tetapi akan menuntun siswa menjadi pebelajar yang aktif baik secara mental maupun fisik. Interaksi siswa dalam kelas dapat ditumbuhkan melalui kegiatan pembelajaran kooperatif. Slavin (1995) menyatakan bahwa belajar kooperatif dimaksudkan untuk membantu siswa mencapai sukses bersama.
Post a Comment