Soal UN mata pelajaran
IPA-Fisika SMP/MTs mengukur capaian kognitif pada level Pengetahuan dan
Pemahaman, Aplikasi/Penerapan, dan Penalaran, dalam lingkup materi: a) Pengukuran, Zat, dan
Sifatnya, b) Mekanika dan Tata Surya, dan c) Gelombang, Listrik, dan Magnet. Soal-soal aplikasi
yang diselesaikan dengan menggunakan rumus tertentu atau melalui prosedur yang sudah
biasa (rutin) lebih mudah bagi siswa dibandingkan dengan soal-soal yang menanyakan
permasalahan konseptual. Soal-soal yang sering
dilatihkan oleh guru dalam pembelajaran dan banyak ditemukan dalam berbagai buku
latihan soal menjadi familier bagi siswa, sehingga menjadi soal yang mudah bagi siswa,
karena tahapan penyelesaiannya menjadi prosedur rutin.
Siswa mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan soal yang dilengkapi dengan tabel, gambar, diagram, dan grafik. Siswa belum terampil mengolah informasi dari berbagai tampilan visual tersebut. Siswa juga mengalami kesulitan ketika menyelesaikan soal penalaran dalam bentuk perbandingan yang melibatkan sejumlah besaran fisis. Siswa lebih cenderung menyelesaikan soal dengan analisis numeris/matematis (langsung melakukan perhitungan) dibandingkan dengan analisis konseptual secara fisis. Padahal perhitungan matematis tersebut bisa jadi justru menjadi sumber kerumitan dalam penyelesaian soal.
Pada pembelajaran IPA Fisika,siswa perlu dilatih keterampilan multirepresentasi, meliputi verbal (dalam bentuk kalimat), visual (gambar, bagan, diagram, tabel, grafik), simbolis (simbol, kode, lambang), dan matematis (persamaan atau formula). Keterampilan multirepresentasi akan lebih efektif jika dilatihkan melalui model-model pembelajaran yang berbasis aktivitas, baik hands-on activities maupun minds-on activities. Siswa difasilitasi untuk melakukan penyelidikan sederhana, mengumpulkan dan mengorganisir informasi, melakukan interpretasi dan inferensi, merumuskan kesimpulan, dan mengambil keputusan berbasis data.
Soal-soal yang digunakan dalam penilaian hasil belajar IPA-Fisika di sekolah tidak hanya dominan pada level aplikasi yang menekankan pada penggunaan rumus dan perhitungan numeris. Soal-soal dengan karakteristik tersebut hanya mengukur prosedur rutin, yang tidak mendorong tumbuhnya keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Bentuk soal perlu bervariasi sehingga tidak dapat diselesaikan hanya dengan hafalan, baik konten maupun prosedurnya. Format soal dirancang tidak hanya menuntut pemahaman verbal dan matematis, tetapi juga kemampuan menginterpretasi visual dan simbol.
Contoh
Soal Rutin
Soal
Nomor 1
Sebuah batu jatuh bebas dari tebing seperti gambar (g = 10 m/s2). Besar energi kinetik
batu saat menyentuh bumi adalah ….
Sebuah batu jatuh bebas dari tebing seperti gambar (g = 10 m/s2). Besar energi kinetik
batu saat menyentuh bumi adalah ….
A. 100 J
B. 150 J
C. 200 J
D. 300 J
B. 150 J
C. 200 J
D. 300 J
Kunci
Jawaban: A
Pembahasan:
Soal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan
konsep hukum kekekalan energy mekanik. Soal model ini sering dilatihkan di
kelas, banyak dilatihkan di berbagai buku, diujikan pada ujian-ujian sebelumnya
dan dominan hanya menuntut kemampuan menghitung. Sebanyak 76% siswa dapat
menjawab benar.
Pembahasan
Jawaban:
Contoh
Soal Penalaran
Soal
Nomor 2
Gambar berikut merupakan berbagai bentuk bidang
miring.
Bidang miring yang mempunyai keuntungan mekanik sama adalah ....
A. (1) dan (3)
B. (1) dan (4)
C. (2) dan (4)
D. (3) dan (4)
Kunci
Jawaban: C
Pembahasan:
Soal di atas sebenarnya termasuk soal rutin, yang
mengukur konsep keuntungan mekanik bidang miring. Jika soal hanya menentukan
keuntungan mekanik satu bidang miring, soal tergolong level Penerapan dan menjadi
mudah bagi siswa. Siswa cukup menggunakan persamaan keuntungan mekanik bidang
miring dan memasukkan nilai-nilai yang diketahui berdasarkan kondisi atau besaran yang
diberikan. Sebanyak 49% siswa tidak dapat menjawab benar soal ini karena bidang
miring pada pokok soal lebih dari satu, dan terdapat gambar bidang miring yang memiliki
panjang sisi miring yang sama.
Pembahasan
Jawaban:
Keuntungan mekanis bidang miring:
Contoh
Soal Penalaran
Soal
Nomor 3
Seorang siswa melakukan pengukuran massa jenis
berbagai zat. Hasil yang diperoleh
sebagai berikut:
Berdasarkan tabel, gambar posisi benda yang benar di
dalam bejana yang berisi zat cair
tertentu ditunjukkan oleh gambar....
Kunci Jawaban: C
Pembahasan:
Soal ini mengukur kemampuan siswa menerapkan hukum
Archimedes pada fenomena terapung, melayang, dan tenggelam. Secara
konseptual sebenarnya tergolong soal yang mudah. Benda akan terapung dalam fluida
jika massa jenis benda lebih kecil dibandingkan massa jenis fluida, dan akan tenggelam
jika massa jenis benda lebih besar daripada massa jenis fluida. Tetapi, 53% siswa
menjawab salah. Hal ini mungkin disebabkan soal dipresentasikan dalam bentuk tabel
dan gambar. Siswa belum terampil mencari dan mengolah informasi dari tabel dan gambar
sekaligus.
Pembahasan
Jawaban:
Benda terapung: Massa jenis benda < Massa jenis
zat cair.
Benda melayang: Massa jenis benda = Massa jenis zat
cair.
Benda tenggelam: Massa jenis benda > Massa jenis
zat cair.
Contoh
Soal Kompleks Dengan Gambar
Soal
Nomor 4
Gelombang merambat pada permukaan air laut seperti
gambar berikut.
Bila
gabus tersebut naik turun 10 kali dalam waktu 5 sekon, cepat rambat gelombang
tersebut
adalah ....
A. 2
m/s
B. 4
m/s
C. 5
m/s
D. 10
m/s
Kunci Jawaban : B
Pembahasan:
Sebanyak
61% siswa menjawab salah soal ini. Secara konten, soal cukup kompleks, apalagi
disajikan dalam bentuk gambar. Siswa harus memahami konsep gelombang beserta
besaran-besarannya, meliputi panjang gelombang, frekuensi, periode, dan cepat rambat
gelombang. Ketika kuantitas besaran tersebut harus ditemukan melalui analisis gambar
atau diagram, sebagian besar siswa tidak mampu menemukannya. Sebagian besar siswa
menjawab dengan melakukan operasi hitung terhadap angka-angka yang disajikan dalam
gambar, menggunakan rumus atau formula yang dihafalkan, tanpa menganalisis makna
fisis di balik angka dan gambar tersebut.
Pembahasan Jawaban:
Jumlah
gelombang (n) = 10, waktu (t) = 5 s
Contoh
Soal Penalaran
Soal
Nomor 5
Dua benda bermuatan listrik berada pada posisi
seperti gambar.
Kedua benda tolak-menolak dengan gaya F. Jika muatan
A diperbesar menjadi +4 q dan muatan B diperbesar menjadi +12 q sedangkan
jarak A dengan B didekatkan menjadi 5 cm, gaya tolak-menolak antara A dengan B
menjadi ....
A. 2 F
B. 4 F
C. 16 F
D. 32 F
Kunci
Jawaban: D
Pembahasan:
Soal ini mengukur penguasaan materi yang bersifat
abstrak, yaitu muatan listrik beserta interaksinya. Hanya 19% siswa yang dapat
menjawab bener soal ini. Jika siswa hanya diminta menentukan besarnya gaya
tolak-menolak, soal termasuk level penerapan. Tetapi ketika kondisi fisis diubah (muatan
diperbesar dan jarak antar muatan diperpendek), kemudian siswa diminta membandingkan gaya
tolak-menolak yang terjadi sebelum dan sesudah perubahan dilakukan, soal menjadi termasuk
dalam level penalaran. Hal lain yang menyebabkan kesulitan siswa menjawab
soal model ini adalah kecenderungan siswa untuk langsung menghitung secara
numeris berdasarkan besaran yang diketahui atau diberikan. Kebiasaan ini justru
menyulitkan siswa, karena pekerjaan matematisnya bisa lebih rumit dibandingkan konsep
fisisnya. Siswa perlu dilatih menyelesaikan permasalahan seperti ini dengan
mengutamakan penalaran konsep fisis, yakni membandingkan secara konseptual kondisi
sebelum dan sesudah dilakukan perubahan. Besaran yang tetap bisa dibiarkan dalam
bentuk simbol/notasi, tidak perlu disubstitusi secara numeris, sehingga bisa
ditiadakan pengaruhnya (dicoret saat perhitungan). Dengan demikian perbandingannya
menjadi lebih sederhana.
Pembahasan
Jawaban:
Post a Comment