Problem Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1966. Yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan PBL di McMaster adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan, dan belajar berdasar masalah. Kemudian pada tahun 1976, Maastricht Faculty of Medicine di Belanda menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang mengadopsi PBL. Kekhasan pelaksanaan PBL di Maastrich terletak pada konsep tes kemajuan (progress test) dan pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan. PBL pada awalnya dirancang untuk program Graduated bidang kesehatan oleh Barrows yang kemudian diadaptasi untuk program akademi pendidikan oleh Galleger. Dalam perjalannya, PBL telah diadopsi baik secara keseluruhan atau sebagian oleh banyak fakultas di dunia. Beberapa pengertian pembelajaran berbasis masalah menurut para ahli. Menurut (Suradijono, 2004) PBL (pembelajaran berbasis masalah) adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Menurut (H.S. Barrows 1982) PBL adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Sedangkan menurut Boud & Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa.
Problem based learning is a
way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus
on student activity, yang maknanya adalah
pembelajaran berbasis masalah sebagai cara membangun dan mengajar program
menggunakan masalah sebagai stimulus-stimulus dan berfokus pada kegiatan siswa. Jadi, Problem Based Learning(Pembelajaran
Berdasarkan Masalah) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan suatu masalah.
Karakteristik
model Problem Based Learning
ModelProblem
Based Learning (PBL) memiliki beberapa karakteristik yaitu (1) masalah
menjadi fokus dan stimulus dalam pembelajaran, (2) pembelajaran terjadi pada
kelompok-kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator dan mediator,
(4) pembelajaran bersifat student centered, (5) masalah merupakan
sarana mengembangkan secara klinis keterampilan problem solving,
(6) informasi-informasi baru diperoleh melalui belajar mandiri (self
dirrected learning). Dari enam karakteristik
tersebut PBL disettingdalam
bentuk pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah, kemudian dengan menggunakan instruktur sebagai pelatih metakognitif serta diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.Sehingga, ide dari adanya PBL yaitu adanya
masalah yang harus dipecahkan siswa sebagai akibat dari rasa ingin tahu yang
dimiliki anak yang secara kontinu berusaha memahami dunia di sekitarnya.
Beberapa
ciri penting PBL menurut Brooks & Martin adalah
sebagai berikut.
1. Tujuan pembelajaran
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang
untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.
Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri
(Ibrahim,2000 :7).
Tujuan pembelajaran dirancang untuk merangsang
dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah, sehingga siswa diharapkan
mampu mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dengan
mengidentifikasi permasalahan. Dalam hal ini, fasilitas mengambil peran yang
utama dalam berfikir metakognitif yang berhubungan dengan proses pemecahan
masalah, karena belajar berbasis masalah tersebut adalah suatu kondisi
lingkungan kerja kognitif dengan jenjang sesuai dengan yang telah dirancang
untuk mendorong siswa dalam mengembangkan keahlian metakognitifnya.
Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri,
sehingga apa yang dilakukan sesuai dengan yang diketahui tentang dirinya
sebagai individu yang belajar dan dapat terkontrol secara optimal.
2. Adanya keberlanjutan
permasalahan.
Ada dua tuntutan dalam
mengembangkan masalah yang harus dipenuhi, yaitu pertama, masalah harus
memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dengan kandungan materi yang
dibahas. Sehingga proses
dimulai dengan konsep-konsep yang esensial dan strategis yang harus dipelajari
oleh pebelajar. Kedua, permasalahan harus bersifat riil. Ada empat alasan
mengapa permasalahan harus menunjukkan hal yang nyata, yaitu kadang-kadang
siswa terbuka untuk meneliti semua dimensi dari permasalahan yang dirumuskan,
terdapat kesulitan nyata dalam merumuskan masalah yang besar dengan suatu
informasi, permasalahan nyata cenderung lebih banyak melibatkan siswa baik
fisik maupun psikis, dan siswa ingin tahu akan hasil akhir dari suatu
permasalahan.
3. Adanya presentasi permasalahan
Hal pokok dalam mempresentasikan masalah adfalah sebagai berikut: (1), jika siswa diikutsertakan dalam pemecahan masalah
yang autentik, maka mereka harus memiliki permasalahan tersebut. (2) Memastikan
bahwa data yang ditampilkan dalam presentasi tidak menyoroti faktor-faktor
utama dalam masalah tersebut, namun dapat ditampilkan secara penuh atau hanya
sebagai dasar pertanyaan sehingga tidak menampilkan informasi kunci.
4. Pengajar berperan sebagai tutor
dan fasilitator
Kemampuan tutor sebagai fasilitator serta
keterampilan mengajar kelompok kecil dalam proses pembelajaran adalah penentu
utama dalam kualitas dan keberhasilan. Pada posisi ini, maka peran
fasilitator adalah mengembangkan kreativitas berpikir pebelajar dalam bentuk
keahlian dalam memecahkan masalah dan membantu pebelajar untuk menjadi mandiri.
Melaui suatu sesi, fasilitator memperagakan pola pemikiran yang lebih maju dengan
mengajukan pertanyaan yang menyelidiki kedalaman pengetahuan pebelajar.
Tiga
prinsip pembelajaran yang berkaitan dengan PBL, yaitu
1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan
penerimaan. Pembelajaran tradisional
didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan kekepala
siswa. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan
struktur asosiatif. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada
jaringan informasi yang telah ada.
2. Knowing about
Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip kedua yang sangat
penting adalah belajar adalah proses cepat, bila siswa mengajukan
keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada
metakognisi. Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar
seperti setting tujuan (what am I going to do?),
strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it
work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada
pemilikan pengetahuan content (body of knowledge), tetapi juga
penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus
keterampilan metakognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar
diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan
apakah hasil pemecahan masalah masuk akal.
3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi
Pembelajaran. Prinsip
ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan siswa untuk
memahami pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah
merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan
penyampaian pengetahuan oleh guru kepada siswa, kemudian disertai dengan
pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan.
Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL).
Ciri-ciri
dalam model belajar berbasis masalah adalah sebagai berikut :
1.Mengorientasikan siswa kepada
masalah autentik
PBL mengorientasikan suatu permasalahan yang benar-benar autentik
yang harus dipecahkan dengan logika yang siswa miliki, sehingga pemecahan dari
masalah yang sesuai dengan permasalahan yang autentik dan pemecahannya
tidak terfokus pada satu jalan, melainkan berbagai jalan asalkan sesuai dengan
logika.
2.Berfokus pada keterkaitan antar
disiplin
Meskipun PBL berpusat pada mata pelajaran tertentu seperti IPA atau IPS,
masalah yang dipilih untuk dikaji pemecahannya ditinjau dari banyak mata pelajaran.
3.Penyelidikan autentik
PBL mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk
mencari penyelesaian masalah secara nyata. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen apabila dianggap perlu, dan merumuskan simpulan
sebagai solusi terhadap masalah yang diajukan.
4.Menghasilkan
produk/karya dan memamerkannya
PBL menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata
dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat, laporan, video
atau program computer. Produk ini bertujuan untuk menunjukkan apa yang telah
dilakukan siswa dan menyampaikan produk tersebut pada teman yang lainnya.
5.Kerjasama
PBL juga dicirikan oleh adanya kerjasama yang terbentuk
antarsiswa dalam kelompok untukmemecahkan masalah yang
dihadapi. Dalam proses pembelajarannya, siswa bekerja sama dengan siswa yang
lainnya, sehingga dapat memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat
dalam tugas-tugas kompleks dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan keterampilan berpikir.
Proses
serta Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL)
Pada model pembelajaran PBL, siswa dihadapkan pada masalah
dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka
miliki. Langkah pertama, yaitu mereka
mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik
permasalahan dan bagaimana cara memecahkannya. Langkah selanjutnya, siswa
mulai mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan,
informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya.
Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan
mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk lebih memahami dan
menyelesaikannya. Di akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap
dirinya dan memberi kritik membangun bagi dirinya sendiri. Pada pembelajaran
ini, guru berperan untuk mengajukan permasalahan atau pertanyaan, memberikan
dorongan, motivasi, menyediakan bahan ajar, dan fasilitas yang diperlukan.
Model pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima tahapan, kelima
tahapan tersebut antara lain:
- Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan
tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena
atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah.
2. 2. Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu
siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
- Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
- Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
- Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. (Sumber:
Ibrahim, 2000 : 13).
Post a Comment